Selasa, 21 Oktober 2014

Pertanian Buah Pepaya

Pertanian Pepaya

 Pepaya California
 
 Budidaya Pepaya California
Pepaya California mempunyai keunggulan tersendiri. Buah pepaya California itu lebih manis,tahan lama dan dapat di panen lebih cepat. pepaya ini tumbuh subur bila ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian 300 hingga 500 m pdl. pohon pepaya sebaiknya di tanam dengan jarak 2,5 m x 2 m. untuk lahan satu hektare bisa ditanami 1500 hingga 1700 pohon Pepaya California.yang lebih penting lagi adalah pada saat pemupukan. Pemupukan dilakukan tiap 3 bulan sekali.

sumber : http://adakportal.com/prospek-budidaya-pepaya-california-yang-menguntungkan/


Pepaya Bangkok
 
 pepaya bangkokPepaya bangkok dari tahun 1980an sudah ada dan dijual-belikan hingga sekarang. Sebelumnya namanya bukan pepaya bangkok namun terkenal dengan pepaya jingga. Berkisar tahun 1995an pepaya jingga ini sudah kurang laku lagi dikarenakan genetika benih sudah banyak perubahan. Warna dagingnya sudah kurang merah dan jika pepaya sudah masak dagingnya lembek.

sumber : http://agrobuah.com/benih-pepaya-bangkok-hasilnya-masih-unggul-hingga-sekarang/.HTML


Pepaya Cibinong
Pepaya Cibinong mempunyai ciri tersendiri, yakni buah yang masak terlihat pada warna kulit buahnya. Warna kulit buah bagian ujung umumnya kuning, namun bagian yang lain terus hijau. Bentuk buahnya panjang dengan ukuran besar. Bobot tiap-tiap buah rata-rata 2, 5 kg. Pangkal buah kecil lalu membesar dibagian Tengah serta melancip dibagian ujungnya. - permukaan kulit buah agak halus namun tidak rata. daging buah berwarna merah kekuningan. kelebihan yang lain adalah terasa manis dan segar, teksturnya keras, serta tahan sepanjang pengangkutan

sumber : http://kulinermedia.blogspot.com/2013/04/4-jenis-pepaya-paling-populer.html

Pepaya Hawai

Pepaya yang datang dari Kepulauan Hawaii ini masuk dalam kategori pepaya solo. Pepaya solo berarti pepaya yang habis dimakan cuma untuk satu orang. Oleh dikarenakan itu, bisa dipastikan kelebihan pepaya ini adalah ukurannya yang kecil. Bobot buahnya cuma lebih kurang 0, 5 kg. Memiliki bentuk agak bulat atau bulat panjang. Kulit buah yang sudah masak berwarna kuning cerah. daging buahnya agak Tebal, berwarna kuning, serta terasa manis segar.


sumber :  http://kulinermedia.blogspot.com/2013/04/4-jenis-pepaya-paling-populer.html


Pepaya Gunung

Pepaya Gunung dikenal dari daerah Wonosobo Jawa Tengah. Jenis pepaya ini kemudian populer di masyarakat dengan sebutan carica. Sebenarnya jenis ini mulanya didatangkan dari dataran tinggi andes, Amerika Selatan. Tanaman pepaya gunung pohonnya kecil dengan tinggi rata-rata 1 hingga 2 meter. Perbedaan mendasar dengan jenis lainnya, pohon pepaya gunung memiliki cabang bertingkat. Buah pepaya gunung berupa bulat telur dengan ukuran panjang 6-10 cm serta diameter 3-4 cm. Buah masak berupa telur sungsang dengan ukuran 6-15 cm kali 3-8 cm, dagingnya keras, berwarna kuning-jingga, terasa agak asam namun harum, di sekitar rongganya ada banyak sekali biji yang terbungkus oleh sarkotesta yang putih serta berair. Buah yang belum masak mempunyai kulit yang berwarna hijau gelap serta dapat beralih jadi kuning sesudah masak. Meski kalah populer di pasaran dengan jenis lain seperti California dan Bangkok, pepaya jenis ini memiliki eksklusifitas sendiri. Penjualannya biasanya sudah dikemas dalam wadah dan buahnya sudah dibuat manisan. 

Sumber : http://kulinermedia.blogspot.com/2013/04/4-jenis-pepaya-paling-populer.html





Pertanian dan kebijakan pemerintah

Pertanian dan Kebijakan Pemerintah

Siapa yang tidak menganal Negara Republik Indonesia? Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam dan Tanah nya yang subur dan menjajikan bagi warganya yang saat ini sudah mencapai 247 juta jiwa. Kita hidup di Negara yang cukup besar jumlah manusianya, cukup besar wilayah darat, apalagi lautnya, cukup besar sumber daya fauna, apalagi floranya, cukup besar kandungan harta di bawah tanah, di darat dan dilautnya, serta berkecukupan panas dan air sepanjang tahun, yang semua itu merupakan kasih sayang dari yang Maha Kuasa kepada kita semua (Sjamsoe’oed Sadjad,2011).

Dapat saya pastikan tidak ada Negara yang tidak mengenal Indonesia terutama dalam hal pertaniannya. Realitas objektif yang tidak tersangkalkan adalah bahwa 70 persen rakyat kita masih bermukim di Pedesaan, sekitar 50 persen mengantungkan hidupnya disektor pertanian. Artinya, pertanian menjadi salah satu icon masyarakat Indonesia untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan Domestik.

Dalam hal ini, Negara tidak boleh lengah melihat kodisi pertanian Indonesia yang sudah mulai tidak dapat dimanfaatkan karena infasi produk-produk impor yang harganya jauh lebih murah dari pada harga pokok produk asli Indonesia. Jika itu tidak segera diatasi maka Indonesia tidak akan memiliki komoditi yang dapat diproduksi sendiri dan untuk memenuhi kebuthannya sendiri dan memnuhi kebutuhan pasar domestik. Dan akhirnya Indonesia akan menjadi Negara yang terganutng pada Negara lain sementara kekayaan alam nya tidak digunakan secara maksimal.

Mungkin kita masih ingat, pada bulan juli 2012 kenaikan harga kedelai yang merupakan komoditi yang dapat tumbuh subur di Indonesia, pada saat itu menjadi komoditi yang sulit di dapat dan harganya yang sangat mahal. Bukan hanya itu, pada bulan februari 2013 harga bawang Merah, Putih dan harga daging sapi yang juga melambung tinggi. Membuat masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah terasa tercekik dengan keadaan itu. Ketka ditelisik ternyata terjadi penimbunan komoditi tersebut di pelabuhan-pelabuhan yang tidak disebarkan ke pasar.

Melihat kondisi tersebut, lahan pertanian yang semakin sempit karena alih fungsi lahan pemerintah tidak boleh tinggal diam, harus segera mengambil tindakan untuk mencegahnya karena akan membahayakan kelangsungan sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia. Pemerintah juga harus membuat pemetaan terhadap komoditi-komoditi yang menghidupi rakyat banyak. Misalkan, penanaman komoditi unggulan  padi, kedelai, bawang, cabai dan jagung. Hal tersebut harus dilakukan untuk menghindari terjadinya kekurangan stok pangan dikemudian hari.

Sehingga pemerintah tidak hanya menggunakan solusi yang instan yaitu impor dari Negara-negara lain yang juga kita ketahui bersama kualitas nya yang sangat diragukan. Impor komoditi yang ada pada saat bukan memberikan kebaikan pada rakyat Indonesia terutama para petani Indonesia. Malah sebaliknya, kebijakan tersebut justru membuat mereka semakin merana. Karena produk impor selalu merajai sentra-sentra penjualan di pasar.

Oleh sebab itu, pemerintah dalam mengambil kebijakna mengani pertanian agar mengutaman kepentingan rakyatnya. Buka mengutamakan kepentingan segelintir orang untuk meraih keuntungan.  Dan sudah saatnya kebijakan pemerintah “Memberdayakan Petani bukan Malah Memperdaya Petani”. 

sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/04/17/pertanian-dan-kebijakan-pemerintah-552175.html

 

Selasa, 14 Oktober 2014

Kearifan lokal, singkong sebagai alternatif pangan


KEARIFAN LOKAL, SINGKONG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN

Penulis : Qomaruzaman

09 September 2014 

ketela pohon
 
          Artikel ini menjelaskan tentang Kearifan lokal di Indonesia  menajdi sumber   inspirasi dan gerakan. Kampung Cirendeui yang  mengandalkan singkong sebagai bahan pokok telah membuktikan kebijakan yang berbasis kearifan lokal akan memperkuat sistem kemandirian pangan. Sayang  belum ada pemimpin yang  fokus pada kearifan-kearifan lokal. Bagaimana kehidupan masyarakat tanpa nasi? Bagaimana nasib kampung adat ini yang hidup dengan makanan pokok rasi (berang singkong)?

          Masyarakat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Namun warga di kampung Cirendeu, Cimahi, Jawa Barat tetap bertahan pada singkong sebagai makanan pokok. Selain berpegang pada adat leluhur, warga setempat percaya dengan mengkonsumsi singkong disamping sehat dan ekonomis ketimbang makan beras. Inilah kampung Cirendeu yang berlokasi di Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi Jawa Barat. Sepintas tidak ada yang membedakan antara rumah rumah warga kampung Cirendeu dengan perkampungan lainnya.
Dengan diapit bukit dan diselimuti hawa yang sejuk, kampung Cirendeu memiliki 50 kepala keluarga, atau dihuni sekitar 300 warga.

           Tradisi yang dilakukan warga ini sudah bertahan sejak tahun 1924 hingga sekarang. Seperti halnya yang dilakukan keluarga Wendi ini. Setiap hari secara rutin mencari singkong yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Meski demikian sesuai dengan perkembangan zaman warga kampung Cirendeu kini sudah bisa mengolah singkong dengan beraneka ragam bentuk. Salah satunya masyarakat setempat telah mengolah singkong menjadi tepung nasi atau bahan utama untuk dijadikan nasi singkong.
Proses untuk dijadikan nasipun tidaklah sulit. Karena hanya membutuhkan waktu paling lama 20 menit hidangan nasi singkong sudah siap disajikan.
Seperti masyarakat pada umumnya, warga setempat tetap memberikan hidangan sayur atau lauk pauk lainnya untuk melengkapi menikmati nasi singkong.
Masyarakat tidak bisa melepaskan singkong sebagai bahan makanan utama karena sudah menjadi tradisi dan warisan leluhur adat. Sementara warga lainnya menilai, mengkonsumsi singkong dinilai lebih hemat dan ekonomis juga bisa menjaga kesehatan.
           Tidak hanya dijadikan nasi, masyarakat setempat kini bisa mengolah singkong menjadi makanan pelengkap lainnya seperti kue. Bahkan dari hasil olahan masyarakat olahan setempat, kampung Cirendeu pernah dinobatkan sebagai salah satu daerah dengan predikat ketahanan pangan terbaik di Jawa Barat.***
Pahlawan Pangan. Hal istimewa dari kampung ini yaitu di mulut jalan Desa Cireundeu, terdapat tulisan Hanacaraka “Wilujeng Sumping Di Kampung Cireundeu” dengan arti selamat datang untuk para tamu di daerah Kampung Cireundeu.
Kampung Cireundeu sendiri tidak memposisikan desanya sebagai Objek Daya Tarik Wisata, tetapi lebih fokus pada desa yang masih memelihara tradisi lama yang telah mengakar yang diwariskan oleh tetua adat dulu. Masyarakat Kampung Cireundeu beranggapan bahwa sekecil apapun filosopi kehidupan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka wajib untuk dipertahankan.  Ada dua hal menarik yang masih dipertahankan oleh Warga Adat Kampung Cireundeu yaitu bahan makan pokok dan tradisi 1 Sura.
Menurut  Data Pariwisata dan Budaya (2010), masyarakat adat Kampung Cireundeu berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu: “Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat” yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat.
Dengan maksud lain agar manusia sebagai ciptaan Tuhan untuk tidak ketergantungan pada salah satu makanan pokok saja, misalnya sebagai bahan makanan pokok negara Indonesia yaitu beras, namun pandangan masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki alternatif dalam bahan makanan pokok yaitu ketela atau singkong.
Beralihnya makanan pokok masyarakat adat Kampung Cireundeu dari nasi beras menjadi nasi singkong di mulai kurang lebih tahun 1918, yaitu di pelopori oleh Ibu Omah Asnamah, Putra Bapak Haji Ali yang kemudian diikuti oleh saudara-saudaranya di kampung Cireundeu. Ibu Omah Asnamah mulai mengembangkan makanan pokok non beras ini, berkat kepeloporannya tersebut Pemerintahan melalui Wedana Cimahi memberikan suatu penghargaan sebagai “Pahlawan Pangan”, tepat nya pada tahun 1964.
Sebagian besar masyarakatnya menganut dan memegang teguh kepercayaan yang disebut Sunda Wiwitan. Ajaran Sunda Wiwitan ini pertama kali dibawa oleh Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan pada tahun 1918. Salah satu upacara terbesar oleh masyarakat Kampung Adat Cierundeu yaitu 1 Sura.



Legenda Ketela Menjadi Makanan Pokok
           Awal kebiasaan mengkonsumsi ketela sebagai bahan pokok telah menjadi turun temurun. Para leluhur masyarakat Cireundeu pernah berpesan agar mereka menanam ketela menggantikan padi. Berawal sekitar tahun 1918 ketika sawah-sawah yang ditanami padi mengering dan menyebabkan fuso. Untuk mengatasi masalah ini para leluhur Kampung Adat Cireundeu menyarankan untuk menanam ketela sebagai pengganti padi. Karena ketela dapat ditanam pada saat musim kering maupun musim penghujan.
Masyarakat mulai mengkonsumsi ketela dari tahun 1924 hingga saat ini. Selain itu manfaat lainnya warga Kampung Adat Cireundeu tidak terpengaruh oleh harga bahan pokok yang melambung tinggi. Ketahanan pangan masyarakat Cireundeu telah membuktikan karena pada masa pemerintahaan Orde Baru yang menjadikan beras sebagai bahan pokok yang sangat terkenal sehingga masyarakat yang asalnya mengkonsumsi umbi-umbian beralih menjadi mengkonsumsi beras.
Warga masyarakat Cireundeu biasa memaksimalkan tanaman ketela. Mereka dapat mengolahnya menjadi aci atau sagu dengan cara digiling kemudian diendapkan setelah itu disaring. Produk kedua setelah sagu yaitu ampasnya yang kemudian di jemur dan setelah kering menjadi beras nasi, mereka menyebutnya dengan sebutan rasi atau angeun dalam bahasa Sunda. Itulah yang mereka makan untuk sehari-hari.
Akses jalan menuju Kampung Adat Cirendeu dapat di tempuh sekitar 1 jam 30 menit dari alun-alun Kota Cimahi, sedangkan dari alun-alun Bandung bisa menghabiskan waktu tempuh 2 jam.
Berikut ini angkutan umum yang dapat digunakan dari alun-alun Kota Cimahi, yaitu:
  1. Naik angkutan umum jurusan Cimahi-Leuwi Panjang atau Cimahi-Stasiun Hall, kemudian turun di bawah jembatan Cimindi atau pertigaan Cibeureum.
  2. Lanjut dengan naik angkutan warna hijau-kuning dengan jurusan Cimindi-Cipatik turun di bunderan Leuwigajah.
  3. Kemudian naik angkutan berwarna biru langit dengan jurusan Cimahi-Leuwigajah-Cangkorah turun di pertigaan ke arah Cireundeu.
  4. Terakhir, naik angkutan motor (ojeg) hingga pintu gerbang Kampung Adat Cireundeu.
Sedangkan dari arah Bandung dapat menggunakan angkutan umum Stasiun Hall-Cimahi, turun di pertigaan Cibeureum dan naik angkutan yang serupa seperti di atas.
Memelihara Kampung Singkong
Kampung singkong sudah menjadi magnet perhatian dunia tentang sistem pertahanan pangan tanpa mengandalkan padi. Sayangnya, pemerintah malah sempat bersikap tidak bersahabat dengan khazanah kearifan lokal ini.
Pemerintah setempat justru menempatkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah di dekat kawasan kampung adat ini. Langkah pemerintah  telah menimbulkan masalah serius  bagi keindahan dan kelayakan keistimewan kampong adat.

http://www.tempokini.com/2014/06/kearifan-lokal-singkong-sebagai-alternatif-pangan/
 

Tugas TIK

Kedaulatan Pangan Berbasis Kearifan Lokal

Sabtu, 25 Agustus 2012 . 23:22 WITA
Oleh Leta Rafael Levis
Dosen Faperta Undana/Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan NTT

          Artikel ini menjelaskan tentang masyarakat Indonesia khususnya NTT mulai merasakan akibat pemanasan global  berupa anomali iklim yang menyebabkan  kekeringan, kegagalan panen dan  melonjaknya harga  beras. Selama ini pemerintah  menekankan ketahanan pangan dan `mengabaikan'  kedaulatan pangan.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan  lebih menekankan pada aspek ketahanan pangan bukan pada  kedaulatan pangan. Dan, beras menjadi andalan utama dalam kebijakan ketahanan pangan  sehingga mengabaikan  kekuatan  lokal yaitu non beras.

          Aturan  di atas  mengandung kelemahan sebab tidak secara seimbang  upaya  menumbuhkan sistem kedaulatan pangan  beras dan non beras yang berbasis kekuatan lokal. Keseimbangan ini perlu sebab sebagian besar petani kita masih subsistens terutama para petani lahan kering seperti di NTT. Petani di wilayah ini memiliki banyak potensi lokal yang `tidak bisa' digarap.

          Karena mengabaikan hal tersebut maka pembangunan pertanian selama ini cenderung melemahkan kemampuan masyarakat lokal dalam melestarikan keunggulan-keunggulan lokal. Contoh, pemerintah selalu memberikan bantuan benih padi atau jagung dengan variates berubah-ubah setiap tahun. Hal ini menyulitkan petani dalam menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan tersebut. Sehingga ada kesan  pembangunan pertanian telah dijadikan lahan proyek bagi kalangan tertentu karena mengabaikan kemampuan dan keadaan masyarakat paling bawah (petani). Akibatnya, konsentrasi pemerintah dalam  mengatasi serta mengantisipasi kerawanan  pangan masyarakat hanya bersifat sementara karena mengutamakan bantuan social atau tanggap darurat atau operasi pasar. Untuk jangka pendek, hal tersebut dapat diterima tetapi untuk jangka menengah dan panjang, semua bantuan tersebut telah mamasung kreativitas masyarakat untuk berproduksi.

Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan artinya masyarakat dengan daya upaya sendiri mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dengan menanam berbagai tanaman sesuai kondisi lokal. Kemampuan tersebut dapat  terwujud karena mereka memiliki kearifan lokal yaitu kemampuan  membudidayakan tanaman lokal yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka setiap hari  secara turun temurun.

Berbagai jenis tanaman lokal tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan pangan setiap hari  tetapi juga mampu melestarikan nilai dan pandangan hidup petani terhadap  tanaman lokal. Misalnya, hasil penelitian  menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan  NTT memiliki banyak kepercayaan terhadap manfaat padi lokal. Yakni, untuk pengobatan dan kecantikan tradisional, adat dan budaya. Padi lokal telah menjadi inti dari sistem pertanian pada lahan kering sebab biasanya petani selain menanam padi petani juga menanam  jagung, sorgum, jewawut, ketimun, labu, lombok, serta beberapa jenis ubi dalam sistem tumpang sari.

Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah sistem pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat lokal dalam berusahatani. Dalam konteks ketahanan pangan, para petani memandang kearifan lokal identik dengan pangan lokal dalam sistem pertanian subsistens seperti padi ladang, jagung, ubi, pisang dan lain-lain. Sebab, mereka menanam, memelihara tanaman lokal tidak terlepas dari penerapan  pengetahuan serta nilai kearifan lokal yang mereka warisi secara turun temurun.

Ketika nilai-nilai tersebut tercerabut dari akar budaya berusahatani, maka mereka tidak memiliki kekuatan dalam kehidupan khususnya dalam berusahatani.  Mereka menjadi terasing dengan budayanya sendiri (berusahatani) sementara  budaya baru dalam kemasan teknologi baru dalam berusahatani maju seperti penggunaan benih/bibit hibrida dan sebagainya belum mampu mereka kuasai.

Ke depan kopmoditi beras menjadi komoditi yang sulit diperoleh masyarakat kecil karena harganya terus naik. Laporan IRRI di Philipina menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun  ke depan dunia  akan mengalami krisis pangan (beras) hebat dan jutaan manusia akan mati kelaparan terutama konsumen beras. Sebab, sumber air irigasi akan menurun bahkan mengering, produksi beras akan menurun sekitar 10%  setiap kenaikan suhu 1 derajat Celsius pada malam  hari, beberapa negara penghasil beras tidak tertarik lagi menanam padi, sebaliknya negara di Asia Selatan dan Afrika yang sebelumnya mengkonsumsi gandum beralih ke beras.

Oleh karena itu,  kampanye  kedaulatan pangan berbasis kearifan lokal  harus secara serius digalakan terutama pangan non beras yaitu agar petani dan masyarakat kembali mencintai pangan lokal. Jika hal tersebut berhasil maka masyarakat tidak hanya tergantung pada beras karena  masih ada pangan lokal yang dimiliki petani.

Gerakan mewujudkan kedaulatan pangan  berbasis kearifan lokal memiliki beberapa arti strategis seperti;
  1. Untuk meningkatkan citra makanan lokal sebagai subtitusi beras dan diversifikasi pangan
  2. Upaya untuk melestarikan semua potensi lokal yang diwarisi para leluhur di seluruh negeri  ini
  3. Mengajak masyarakat terutama generasi muda mencintai kebudayaan sendiri dan mengerti kearifan lokal yang dimiliki oleh leluhurnya sendiri,
  4. Membangun berbasis `back to basic' yang berwawasan alam dan lingkungan hidup, dan  
  5. Mengantisipasi  kelangkaan beras sebagai akibat dari pemanasan global.  Jika beras menjadi komoditi yang sulit didapat baik karena harga terlalu mahal atau kekurangan stok karena perubahan iklim ekstrim maka tanaman lokal dapat menjadi salah satu produk yang mampu mengatasinya.


sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/08/24/kedaulatan-pangan-berbasis-kearifan-lokal